Tradisi Tilik Simbok, yang berarti mengunjungi ibu menjelang Hari Raya Idul Fitri, telah mengalami transformasi signifikan selama beberapa dekade. Dahulu, tradisi ini dilakukan dengan sederhana, berfokus pada silaturahmi dan penghormatan kepada orang tua. Kini, Tilik Simbok berkembang menjadi simbol kebersamaan dan perekat hubungan keluarga di tengah modernisasi. Teknologi transportasi modern memungkinkan perantau untuk lebih mudah dan cepat mengunjungi orang tua, meningkatkan frekuensi silaturahmi di luar Hari Raya. Teknologi komunikasi seperti video call dan media sosial pun membantu keluarga yang berjauhan tetap terhubung dan berbagi momen kebersamaan. Tilik Simbok pun mendorong ekonomi lokal di kampung halaman, meningkatkan sektor pariwisata, kuliner, dan penginapan. Namun, transformasi ini juga membawa dampak negatif. Komersialisasi tradisi, seperti tingginya harga tiket dan kebutuhan pokok, membebani perantau dan keluarga di kampung halaman. Fokus pada aspek material seperti oleh-oleh dan hadiah berisiko menggeser makna esensial Tilik Simbok sebagai momen silaturahmi dan kebersamaan. Arus mudik yang besar pun dapat menyebabkan kemacetan parah dan polusi udara di beberapa daerah. Di tengah modernisasi, tradisi Tilik Simbok menghadapi tantangan seperti perubahan gaya hidup generasi muda dan urbanisasi. Upaya pelestarian perlu dilakukan, seperti menanamkan nilai-nilai budaya dan tradisi kepada generasi muda, menyesuaikan tradisi dengan zaman, dan mempromosikan tradisi Tilik Simbok sebagai bagian dari budaya Indonesia yang perlu dilestarikan. Transformasi Tilik Simbok mencerminkan dinamika budaya dan adaptasi masyarakat terhadap perubahan zaman. Makna esensial Tilik Simbok sebagai momen silaturahmi, penghormatan kepada orang tua, dan perekat hubungan keluarga tetaplah penting untuk dilestarikan. Upaya bersama dari berbagai pihak diperlukan untuk memastikan tradisi ini dapat terus berkembang dan memberikan makna bagi generasi mendatang.
Komentar
Posting Komentar