Menyiratkan Kesedihan dan Permasalahan di Balik Perebutan Kekuasaan

Alkisah, di sebuah kerajaan bernama Pepaya Muda, akan diadakan pemilihan raja baru. Ada tiga kandidat yang sangat unik:

Pangeran Singkir: Seorang pangeran muda yang sangat suka selfie dan mengunggahnya di media sosial. Slogan kampanyenya adalah "Pepaya Muda Instagramable!"

Ratu Gembul: Seorang ratu yang sangat suka makan. Slogan kampanyenya adalah "Perut Kenyang, Rakyat Senang!"

Dukun Gojek: Seorang dukun yang menawarkan solusi instan untuk semua masalah rakyat. Slogan kampanyenya adalah "Pesan Aja, Masalah Beres!"

Debat capres pun dimulai. Pangeran Singkir memamerkan foto-foto dirinya yang sedang berpose di berbagai tempat wisata. "Lihatlah betapa indahnya negeri kita! Dengan saya sebagai raja, kita akan jadi pusat perhatian dunia!" ujarnya sambil tersenyum manis.

Ratu Gembul membalas, "Ah, itu mah cuma tampilan luar! Yang penting perut rakyat kenyang. Saya akan mengadakan pesta makan-makan setiap hari!" katanya sambil mengelus perut buncitnya.

Dukun Gojek pun tidak mau kalah. "Kalian berdua cuma janji-janji. Saya punya solusi nyata! Masalah banjir? Tinggal saya mantra, langsung surut! Masalah kemiskinan? Tinggal saya kasih jimat, langsung kaya!" ujarnya dengan percaya diri.

Para rakyat yang menyaksikan debat pun bingung. Ada yang tertawa, ada yang geleng-geleng kepala. Akhirnya, seorang nenek tua maju ke depan. "Cucu, cucu," katanya, "Jangan pilih yang janji-janji mulu. Pilih pemimpin yang jujur, pekerja keras, dan peduli pada rakyat." Mendengar kata-kata nenek, para kandidat saling melirik. Mereka sadar, rakyat menginginkan pemimpin yang nyata, bukan hanya janji-janji manis. Ketiga kandidat semakin gencar berkampanye. Pangeran Singkir mengadakan konser musik dengan bintang tamu internasional, Ratu Gembul mendirikan ribuan warung makan gratis, dan Dukun Gojek mengadakan acara pengobatan massal gratis. Namun, di balik semua itu, masalah-masalah rakyat seperti korupsi, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan semakin parah. Kampanye ketiga kandidat semakin sengit dan semakin membingungkan rakyat. Pangeran Singkir, selain menggelar konser musik, juga meluncurkan aplikasi ponsel pintar yang memungkinkan rakyat untuk melaporkan masalah langsung kepadanya. Namun, banyak fitur dalam aplikasi yang ternyata hanya gimik belaka. Ratu Gembul, selain mendirikan warung makan gratis, juga meluncurkan program "Gembul Pintar" yang memberikan beasiswa kepada anak-anak kurang mampu. Sayangnya, program ini lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan politik daripada untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dukun Gojek, selain mengadakan pengobatan massal, juga mendirikan sekolah-sekolah spiritual yang mengajarkan ilmu kebatinan. Namun, banyak orang tua yang khawatir anak-anak mereka akan terpapar oleh ajaran-ajaran yang tidak ilmiah. Debat berikutnya semakin memanas. Pangeran Singkir menuding Ratu Gembul boros dan tidak efisien. Ratu Gembul balik menuding Pangeran Singkir hanya peduli pada penampilan. Dukun Gojek tetap dengan janji-janji instan-nya, namun mulai terlihat ragu ketika ditanya tentang solusi jangka panjang untuk masalah-masalah yang kompleks.Selama kampanye, berbagai isu aktual mulai mencuat dan menjadi bahan perdebatan sengit. Pangeran Singkir dituduh terlibat dalam skandal korupsi terkait proyek pembangunan infrastruktur yang mewah. Ratu Gembul dikritik karena kebijakan pangannya yang justru menyebabkan harga bahan pokok semakin mahal. Dukun Gojek dicurigai menyebarkan berita bohong (hoax) tentang konspirasi global.

Ternyata, di balik layar ada kekuatan-kekuatan besar yang berupaya mempengaruhi jalannya pemilihan. Ada kelompok bisnis yang mendukung Pangeran Singkir karena ingin menguasai proyek-proyek infrastruktur. Ada partai politik yang mendukung Ratu Gembul karena ingin mempertahankan kekuasaan. Ada kelompok agama yang mendukung Dukun Gojek karena ingin memperluas pengaruhnya. Melihat kekecewaan masyarakat terhadap para kandidat, muncul gerakan rakyat yang menuntut perubahan. Mereka menggelar demonstrasi, membuat petisi, dan menyebarkan informasi yang benar melalui media sosial. Gerakan ini semakin menguat dan menjadi ancaman bagi para elit politik yang selama ini berkuasa. Pada malam sebelum pemilu, terjadi kebocoran dokumen yang mengungkap skandal korupsi besar-besaran yang melibatkan semua kandidat. Rakyat semakin marah dan kecewa. Pada hari pemilu, tingkat partisipasi sangat rendah. Hasil pemilu pun sangat mengejutkan. Tidak ada satu pun kandidat yang memperoleh suara mayoritas. 

Dengan tidak adanya pemimpin yang terpilih secara sah, Kerajaan Pepaya Muda memasuki masa transisi yang penuh ketidakpastian. Rakyat mulai mengatur diri sendiri, membentuk komunitas-komunitas kecil yang saling membantu. Mereka menyadari bahwa kekuatan sebenarnya ada pada mereka sendiri, dan tidak bergantung pada seorang pemimpin. Sebuah harapan baru tumbuh di tengah kegelapan, bahwa suatu hari nanti, mereka akan menemukan cara untuk membangun kerajaan yang lebih baik, tanpa harus mengandalkan janji-janji kosong para pemimpin.

Komentar